Rabu, 16 April 2014

Analisis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) Pada Ikan Mas

Laporan Praktikum Biokimia
Jumat, 25 Juni 2010
Analisis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
Pada Ikan Mas

Muhammad Arsyad

PROGRAM STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN

I  Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Dalam melakukan budidaya perairan khususnya budidaya perikanan. Tentunya para pembudidaya ingin mendapatkan hasil yang menguntungkan. Salah satu caranya adalah dengan pengadaan benih unggul.
Dalam pengadaan benih unggul diantaranya dapat diketahui dari faktor genetik ikan. Seperti ikan lele dumbo yang faktor genetiknya berasal dari induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6). Kemudian menghasilkan jantan dan betina F2-6. Jantan F2-6 selanjutnya  dikawinkan dengan betina generasi kedua (F2) sehingga menghasilkan lele sangkuriang. Yang lebih unggul dari lele dumbo.
Dari hal tersebut tentunya diperlukan pengetahuan tentang DNA yang dimana pada DNA terdapat faktor pembawa genetik. Untuk mengetahui genetika ikan maka diperlukan analisis DNA. Adapun tahapan analisis DNA diawali dengan ekstraksi DNA, PCR dan elektroforesis.
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum untuk menganalisis DNA yang terdapat pada ikan ini di antaranya adalah sebagai berikut:
·         Mahasiswa dapat mengetahui dan paham mengenai tahapan-tahapan dalam analisa DNA
·         Mahasiswa dapat mengenal peralatan dan bahan apa saja yang digunakan dalam analisa DNA.
·         Mahasiswa mampu mengidentifikasi DNA yang dimiliki oleh ikan sampel ( Ikan Mas).
·         Sebagai salah satu persyaratan mengikuti UAS.

II  Tinjauan Pustaka
2.1  DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
DNA dikenal sebagai materi genetic, merupakan komponen kromosom. Fungsi DNA berkaitan dengan sintesis protein dan pewarisan sifat. DNA juga rerupakan polimer deoksiribonukleotida yang dihubungkan dengan ikatan fosfodiester. DNA adalah bagian dari asam nukleat yang terdapat di dalam inti sel, tepatnya di nukleolus. DNA mengandung gen, informasi yang mengatur sintesis protein dan RNA. DNA mengandung bagian-bagian yang menentukan pengaturan ekspresi gen seperti promoter dan operator.
DNA merupakan Makromolekul dengan Mr yang sangat besar. Terdiri dari mononukleotida utama : dAMP, dGMP, dTMP, dCMP. Terdiri dari dua atau lebih rantai polinukleotida yang tersusun dalam struktur heliks (heliks ganda). Pada sel prokariotik (mengandung hanya satu kromosom) DNA nya merupakan makromolekul tunggal dengan Mr = 2 x 109. Pada sel eukariotik (mengandung banyak kromosom) mempunyai banyak molekul DNA dengan Mr yang sangat besar. DNA terutama terdapat dalam inti sel (DNA inti) bergabung dengan protein histon. Juga bisa terdapat pada sitoplasma (DNA sitoplasma), dalam mitokondria, dalam khloroplas. Pada sel bakteri selain terdapat dalam inti sel juga bisa pada sel membran = mesosom dan dalam sitoplasma di luar kromosom = plasmid/episom. DNA normal dari suatu spesies yang berbeda menunjukkan adanya keteraturan (regularitas).DNA tersusun dari deoksiribosa (gula pentosa), gugus fosfat dan basa nitrogen. Basa nitrogen DNA terdir dari ; Purin: G dan A, Pirimidin: T dan C. DNA berbentuk jalinan pita ganda yang panjang (double helix). DNA Teruntai di dalam kromosom pada nukleus dan di dalam mitokondria (sumber energi).
Dalam kondisi normal (kondisi fisiologis), DNA relatif stabil, kadang menjadi tidak stabil yang dikarenakan adanya proses-proses replikasi dan transkripsi. Antara basa nitrogen satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan hidrogen . Watson and Crick : replikasi DNA sangat mungkin untuk suatu DNA diperbanyak dengan informasi yang sama.
Disosiasi double helix DNA yaitu denaturasi yang terjadi apabila DNA dipanaskan diatas melting temperaturnya (Tm) maka double helix akan terbuka. Tm tergantung pada rasio (G+C)/(A+T). G/C content dapat dihitung dengan (G+C) / (Total Basa N) x 100%
Dalam molekul DNA terdapat 2 rantai nukleotida yg membentuk double helix, dengan arah yang berlawanan. Kedua rantai ini berikatan dengan ikatan hidrogen antara A-T (2 ) dan G-C (3). Bila satu pita 5’-ATGC-3’, maka pasangan komplementernya adalah 5’- GCAT-3’ dan bukan 5’-TACG-3’.
CHARGAFF’S RULES :
·         Komposisi basa dari DNA suatu organisme adalah tetap pada semua sel nya dan mempunyai karakteristik tertentu.
·         Komposisi basa dari DNA bervariasi dari suatu organisme dengan organisme lainnya dinyatakan dengan dissymmetry ratio : (A + T) / (G + C).
·         Komposisi basa dari suatu spesies tidak berubah oleh umur, keadaan nutrisi, ataupun lingkungan.
·         Jumlah adenin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah timin (A = T).
·         Jumlah guanin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah sitosin (G=C).
·         Jumlah total basa purin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah total basa pirimidin: (A + G) = (T + C).

2.1.1  Reflikasi DNA:
Replikasi DNA harus terjadi/berlangsung secara akurat. 2 untai DNA berpisah pada sejumlah titik (s/d 100 per kromosom) dan tiap2 untai bertindak sebagai cetakan dan untai baru terbentuk dari nukleotida2 bebas. Nukleotida2 ini saling berikatan dg bantuan enzim DNA polimerase III dan melekat pada ke untai cetakan melalui ikatan hidrogen. Replikasi berlangsung pada ke dua arah dari masing2 titik awal sampai 2 untai DNA yg baru terbentuk. Replikasi spt ini disebut semi conservative.
2.1.2  Struktur DNA
Struktur DNA terdiri atas dua rangkaian  heliks anti-paralel (paralel berlawanan arah) yang melilit ke kanan suatu poros. Ukuran lilitan adalah 36 Å, yang  mengandung 10.5 pasangan basa per putaran. Kerangka yang berselang-seling antara gugus deoksiribosa dan fosfat terletak di bagian luar. Ikatan hidrogen antara basa purin dan pirimidin terletak d bagian dalam.
Adapun untuk rangkaian benang DNA yaitu basa penyusun dari suatu benang DNA yang antiparallel tidak sama melainkan bersifat komplemen terhadap benang pasangannya. Basa C berpasangan dengan G, sedangkan A dengan T. Hal ini sangat bemanfaat dalam kaitan untuk penyimpanan dan pemindahan.
2.2  Analisis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
2.2.1  Ekstraksi DNA (untuk mendapatkan Genom DNA)
Molekul DNA harus dipisahkan dari materi sel lain sebelum diuji. Sel-sel protein terbungkus melindungi DNA di dalam lingkungan sel dapat menghalangi kemampuan analisa DNA. Sementara itu metode ekstrasi DNA dapat dikembangkan untuk memisahkan protein-protein dan materi sel-sel yang lain dari molekul-molekul DNA. Sebagai tambahan kuantitas dan kualitas DNA perlu diukur sebelum kelanjutan lebih lanjut  dengan prosedur analitis untuk memastikan hasil yang optimal. Ada tiga teknik utama yang digunakan saat ini untuk ekstrasi DNA pada laboratorium forensik DNA: ektraksi organik, ekstraksi Chelex, dan FTA paper. Ekstraksi eksak atau masam-macam prosedur isolasi DNA tergantung pada bukti-bukti tipe biologis yang akan diuji. Sebagai contoh darah utuh harus diperlakukan dengan cara yang berbeda dari suatu noda darah atau suatu fragmen tulang.
Ekstraksi organik, kadang-kadang dikenal sebagai ekstraksi zat asam karbol choloform, telah digunakan untuk waktu yang lama dan mungkin telah digunakan untuk situasi di mana baik  RFLP atau PCR dilakukan. Bobot molekular tinggi DNA, yang mana  penting bagi metoda RFLP, mungkin diperoleh secara paling efektif dengan ekstraksi organik.
Metoda Chelex dari ekstraksi DNA lebih cepat dibandingkan dengan metode ekstraksi organik. Sebagai tambahan, metoda Chelex membutuhkan lebih banyak langkah dan kebanyakan langkah itu digunakan untuk mengkontaminasi sampel ke sampel. Bagaimanapun hal itu menghasilkan DNA tunggal sebagai hasil proses ekstraksi dan oleh karena itu hanya yang bermanfaat untuk prosedur pengujian yang berbasis PCR.
Semua contoh harus secara hati-hati ditangani dengan mengabaikan metoda ekstraksi DNA untuk menghindari pencemaran sampel ke kesampel atau pengenalan tentang tambahan DNA. Proses ekstraksi memungkinkan di mana contoh DNA jadi lebih peka pada pencemaran di laboratorium dibanding pada waktu lain dalam proses analisa forensik DNA. Dengan suatu alasan laboratorium-laboratorium biasa memproses sampel-sampel petunjuk  pada waktu yang berbeda dan kadang-kadang dengan lokasi yang tidak sama dari dimana sampel tersebut diambil.
Metoda yang populer untuk persiapan pengambilan referensi sampel adalah dengan menggunakan noda darah dengan mengoleskannya ke kain kapas, dikenal dengan suatu carikan, dengan menghasilkan bulatan kira-kira 1 cm2 pada kain kapas tersebut, dengan rata-rata 70.000-80.000 sel darah putih dan menghasilkan rata-rata 500ng DNA genomic. Hasil nyata akan bervariasi dengan jumlah sel-sel darah putih yang akan menunjukkan sampel dan efisiensi proses ekstraksi DNA.
http://www.freewebs.com/pengumpulansampeldna/skema%20extraksi%20DNA.JPG
Gambar 3.1 Skema yang biasa digunakan untuk proses ekstrasi DNA
Ekstraksi DNA disimpan secara khusus pda suhu -20oC, atau bahkan pada suhu -80oC pada penyimpanan dalam waktu lama, untuk menjaga aktifitas inti. Nucleas-nucleas adalah enzim-enzim (protein) yang ditemukan di dalam sel-sel turunan DNA untuk memungkinkan pendauran ulang menyangkut komponen-komponen nucleotide. Nucleases memerlukan magnesium untuk bekerja dengan baik sehingga salah satu pengujian untuk mencegah mereka dari mencerna DNA di dalam darah adalah menggunakan tabung purple-topped yang berisi bahan pengawet darah yang dikenal sebagai EDTA. EDTA meliputi, atau membalut, semua magnesium bebas dengan begitu mencegah nucleases menghancurkan DNA di dalam contoh darah yang dikumpulkan.
2.2.2  PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR adalah proses enzimatik dimana suatu area spesifik dari DNA direplikasikan berulang-ulang untuk menghasilkan banyak kopi dari sekuen tertentu. ( Saiki et al. 1988, Reynolds et al. 1991 ). Pengkopian molekuler ini meliputi proses pemanasan dan pendinginan sampel dalam suatu siklus panas tertentu yang melebihi dari 30 siklus ( gambar 4.1 ). Dalam setiap periode siklus, sebuah kopi dari sekuen target DNA tersebut dihasilkan untuk setiap molekul yang mengandung sekuan target ( gambar 4.2 ). Keterbatasan dari produk ini ditegaskan dengan oligonukleotida primer yang melengkapi buntut 3’- dari sekuen tersebut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis1mKg_pBoQIrJPdvEZ4wOfZbZecgfNgABL1vxEujKw31K4icx5WKs5zuRwlK8ss5JuN1Zs0T2z1mSt5F6ZXSGE_jWHPNOPZG-BYanT-rUCnSkAwXcAKzRK7RYnGw6bXWv02x3xJxhAGXt/s320/PCR+1.JPGhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgp3ivae0ByLv9RE3ASg-e_FeIb72dkoYZumoFxalBAMVNti1XqH1aRqP0wAOHij-GQ99O9mpfYuhTMwOtQFV7aKGA_4spHWvRfG2Gtt3zaY_qPMoRxXNDZr0ZGqa30zWfa_-84a0FngNHk/s320/PCR+2.JPG
Figure 4.1                                                                    Figure 4.2
Secara teoritis setelah 30 siklus, telah tercipta kopi dari area target cetakan DNA sebanyak satu milyar ( tabel 4.1 ). Produk PCR ini, yang terkadang disebut sebagai ‘amplicon’, dalam jumlah yang cukup dapat diukur dengan mudah menggunakan berbagai teknik yang akan dibahas lebih lanjut dalam bab teknologi.
PCR umumnya dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 5 – 100 µL. Dengan jumlah yang sangat rendah itu, penguapan dapat menjadi masalah dan akurasi dari pengambilan sampel dapat menjadi tantangan. Di sisi lain, volume sampel yang lebih besar mengarahkan pada masalah keseimbangan panas bagi reaksi pencampuran karena dibutuhkan waktu yang lebih lama bagi perubahan suhu eksternal agar dapat ditransmisikan ke pusat sampel ( bagi sampel yang lebih banyak dibandingkan dengan sampel yang sedikit ). Maka, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk setiap suhu, sehingga keseluruhan waktu siklus panas yang dibutuhkan juga memanjang. Sebagian besar protokol biologi molekuler untuk sampel PCR adalah antara 20 - 50 µL.
Sampel dipipetkan ke dalam berbagai tabung reaksi yang didesain untuk digunakan dalam siklus panas PCR. Tabung yang paling umum digunakan untuk sampel sebanyak 20 – 50 µL adalah tabung berukuran 0,2 mL dengan dinding tipis. Tabung – tabung ini dapat dibeli satuan, dengan atau tanpa tutup, atau juga dibeli berkelompok, yaitu 8 atau 12 tabung berderet dalam kolom. Pada lab yang lebih besar, dalam penjabaran DNA menggunakan PCR, secara rutin digunakan plat berisikan 96 atau 384 tempat.
PCR telah disederhanakan dalam beberapa tahun belakangan ini dengan adanya perangkat reagen yang memudahkan Laboratorium DNA forensik untuk menambahkan cetakan DNA ke dalam campuran PCR yang siap pakai, yang mengandung seluruh komponen yang diperlukan untuk reaksi penjabaran DNA. Perangkat ini telah dioptimisasi melalui usaha penelitian ekstensif oleh pabrik komersiil. Perangkat ini dibuat secara khusus sehingga pemakai tinggal menambahkan larutan dari perangkat ke dalam genom DNA dalam jumlah tertentu. Hasil terbaik dengan perangkat komersiil ini didapatkan jika cetakan DNA ditambahkan dalam jumlah yang cukup untuk berinteraksi dengan larutan dari perangkat tersebut.
PCR adalah sebuah teknik biologi molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan menggunakan enzim Taq polimerase. PCR digunakan untuk mengamplifikasi bagian DNA yang pendek (sampai 10 kb). Sejak ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983, teknik ini telah melahirkan teknik PCR-based marker teknik lainnya yang sangat bervariasi. Protokol dasar PCR adalah:
  1. DNA utas ganda didenaturasi pada suhu 95C sehingga membentuj DNA utas tunggal yang berfungsi sebagai cetakan.
  2. DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer) berikatan dengan DNA cetakan pada temperature rendah. Ikatan preimer terjadi pada utas yang komplementer dengan cetakan pada daerah ujung batas sekuen DNA target.
  3. Suhu ditingkatkan menjadi 72C sehingga enzim DNA polymerase dapat melakukan sintesis DNA membentuk utas ganda DNA baru.
  4. Utas ganda DNA yang baru disintesis, didenaturasi pada suhu tinggi dan siklus berulang.
Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis dengan menggunakan gel agarose ataupun gel poliakrilamida dan diamati dengan uv-transiluminator.

Tahapan Reaksi

Sumber: http://users.ugent.be/~avierstr/principles/pcrsteps.gif



Setiap siklus reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu:
·         Denaturasi, dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama 30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
·         Annealing: Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan ke kisaran 40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
·         Ekstensi/elongasi: Dilakukan dengan menaikkan suhu ke kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat pasangan A adalah T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah 1 menit untuk setiap 1000 bp.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
·         Pra-denaturasi: Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
·         Final Elongasi: Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir
PCR dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya orang menggunakan tiga penangas air (water bath) untuk melakukan denaturasi, annealing dan ekstensi secara manual, berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya menggunakan tangan. Tapi syukurlah sekarang mesin Thermal Cycler sudah terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan.
2.2.3  Elektroforesis
Elektroforesis merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan listrik. Kcepatan molekul yang bergerak pada medan lisrtik tergantung pada muatan, bentuk dan ukuran.dengan demikian elektroforesis dapat di gunakan untuk separasi makromolekul (seperti protein dan asam nukleat).posisi molekul yang terseparasi pada gel dapat di deteksi dengan pewarnaan atau autoradiografi, atau pun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer.
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik , Medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan..Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya. Pergerakan ini dapat dijelaskan dengan gaya Lorentz, yang terkait dengan sifat-sifat dasar elektris bahan yang diamati dan kondisi elektris lingkungan:
\bar F_e\ = q \bar E\
F adalah gaya Lorentz, q adalah muatan yang dibawa oleh objek, E adalah medan listrik.
Secara umum, elektroforesis digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA.

Elektroforesis Gel
Elektroforesis gel merupakan salah satu teknik utama dalam biologi molekular. Prinsip dasar teknik ini adalah bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung pada ukuran molekul bersangkutan. Elektroforesis gel biasanya dilakukan untuk tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik preparatif untuk memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode lain seperti spektrometri massa, PCR, kloning, sekuensing DNA, atau immuno-blotting yang merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut.
Elektroforesis gel merupakan suatu teknik analisis penting dan sangat sering dipakai dalam bidang biokimia dan biologi molekular. Secara prinsip, teknik ini mirip dengan kromatografi: memisahkan campuran bahan-bahan berdasarkan perbedaan sifatnya. Dalam elektroforesis gel, pemisahan dilakukan terhadap campuran bahan dengan muatan listrik yang berbeda-beda (menggunakan prinsip dalam elektroforesis
Gel yang digunakan biasanya merupakan polimer bertautan silang (crosslinked) yang porositasnya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran kecil (DNA, RNA, atau oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan gel poliakrilamida, dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida dan zat yang memungkinkan pertautan silang (cross-linker), menghasilkan jaringan poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda. Untuk memisahkan asam nukleat yang lebih besar (lebih besar dari beberapa ratus basa), gel yang digunakan adalah agarosa (dari ekstrak rumput laut) yang sudah dimurnikan.
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul ditempatkan ke dalam sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan penyangga, dan listrik dialirkan kepadanya. Molekul-molekul sampel tersebut akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah satu kutub listrik sesuai dengan muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah pergerakan adalah menuju elektroda positif, disebabkan oleh muatan negatif alami pada rangka gula-fosfat yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan asam nukleat benar-benar hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat seperti natrium hidroksida atau formamida digunakan untuk menjaga agar asam nukleat berbentuk lurus. Sementara itu, protein didenaturasi dengan deterjen (misalnya natrium dodesil sulfat, SDS) untuk membuat protein tersebut berbentuk lurus dan bermuatan negatif.
Setelah proses elektroforesis selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau pewarna "biru Coomassie" (Coomassie blue) dapat digunakan untuk keperluan ini. Jika molekul sampel berpendar dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah "diwarnai" dengan etidium bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul sampel mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel tersebut dibuat.

Cara kerja
Hasil elektroforesis gel terhadap hasil PCR menggunakan primer mikrosatelit. Berkas (band) mendatar merupakan sekumpulan DNA yang setiap kolomnya bergerak dengan kecepatan berbeda. Semakin pendek DNA semakin cepat bergerak.
Dalam elektroforesis gel terdapat dua material dasar yang disebut fase diam dan fase bergerak (eluen). Fase diam berfungsi "menyaring" objek yang akan dipisah, sementara fase bergerak berfungsi membawa objek yang akan dipisah. Sering kali ditambahkan larutan penyangga pada fase bergerak untuk menjaga kestabilan objek elektroforesis gel. Elektroda positif dan negatif diletakkan pada masing-masing ujung aparat elektroforesis gel.
Zat yang akan dielektroforesis dimuat pada kolom (disebut well) pada sisi elektroda negatif. Apabila aliran listrik diberikan, terjadi aliran elektron dan zat objek akan bergerak dari elektroda negatif ke arah sisi elektroda positif. Kecepatan pergerakan ini berbeda-beda, tergantung dari muatan dan berat molekul DNA. Kisi-kisi gel berfungsi sebagai pemisah. Objek yang berberat molekul lebih besar akan lebih lambat berpindah.

Metodologi
3.1  Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan saat praktikum:
·         Microtube
·         Micropipet
·         Sarung tangan
·         Kotak pendingin
·         Incubator
·         Thermal cycler
·         Centrifuge
·         Vortex
·         Microtube template
·         Stopwatch
                           
       Micro tube                              Micro pipette                              Alat vortex
                          
    Alat centrifuge                          Thermal cycler                     Micro tube template
             
Alat elektrophoresis                          Alat yang digunakan untuk Agarose Gel

Adapun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
·         Ikan sample (organ dalam benih ikan mas)
·         Cell lysis
·         Alcohol 70%
·         Supernatant
·         IEW (Ion Exchange Water)
·         RNAse
·         Protein precipitation solution
·         Isopropanol
·         Proteinase
·         Blue dextran

3.2  Prosedur Kerja
3.2.1  Prosedur Ekstraksi DNA
1. Cell Lysis: Simpan sampel dalam inkubator dengan suhu 55 0C, lalu persiapkan mikrotube 1,5 µL. Kemudian masukkan 200 µL sel lysis solution dan tambahkan 1,5 µL proteinase K (20 mg/mL), spindown dan vortex. Setelah itu inkubasi dengan suhu 55 0C, overnight 12 – 18 jam.
2. RNAse Treatment: diamkan sampel hingga sesuai dengan suhu ruangan dan tambahkan 15 µL RNAse (4 mg/mL) ke dalam cell lysis. Goyangkan perlahan sebanyak 30 kali sehingga sampel tercampur. Lalu inkubasi dengan suhu 37 0C selama 1 jam, setelah itu diamkan sampel sesuai dengan suhu ruangan.
3. Protein Precipitation: tambahkan 100 µL protein percipitation solution ke dalam sampel, vortex dengan kecepatan tingga selama 30 detik untuk mencampurkan protein precipitation solution dengan sampel. Lalu simpan sampel di dalam es selama 10 – 15 menit. Kemudian sentrifuse dalam suhu 4 0C 12000 rpm selama 10 menit. Setelah itu tambahkan 300 µL 100% isopropanol ke dalam mikrotube yang baru lalu masukkan 1 µL blue dextran ke dalam tube. Tuangkan supernatant yang mengandung DNA ke dalam tube yang mengandung 300 µL isopropanol. Goyangkan sampel sebanyak 50 kali hingga sampel tercampur. Lalu sentrifuse dengan suhu 4 0C, 12000 rpm selama 10 menit. Kemudian buang semua supernatant, kemudian tambahkan 300 µL alkohol 70% (-20 0C). Lalu goyangkan dengan perlahan. Setelah itu sentrifuse dengan suhu 4 0C, 12000 rpm selama 10 menit. Lalu buang alkohol secara perlahan sampai tanpa tersisa, kemudian keringkan selama 30 menit dan tambahkan IEW (ion exchange water), lalu vortex kencang 3 – 4 speed. Setelah itu simpan DNA pada suhu -20 0C dengan waktu yang cukup lama.
3.2.2  Prosedur PCR (Polymerase Chain Reaction)
1. pembuatan larutan premix yang terdiri dari:
Bahan
Jumlah
Buffer Ex Taq
dNTPs mix
primer forward
primer reverse
ex taq
SDW
1 µL x (jumlah sampel + 1)
1 µL x (jumlah sampel + 1)
1 µL x (jumlah sampel + 1)
1 µL x (jumlah sampel + 1)
0,05 µL x (jumlah sampel +1)
5 µL x (jumlah sampel + 1)

2. larutan pada tahap satu dicampur dan diaduk dengan homogenizer dan di spindown
3. larutan premix dibagi ke dalam masing-masing mikrotube
4. masukan sampel sebanyak 1 µL ke dalam mikrotube, divortex dan disentrifuse, spindown.
5. masukan mikrotube ke dalam mesin PCR untuk diampilifikasi program PCR yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
Proses
Suhu (0C)
Lama waktu
Pre-denaturasi
35 siklus amplifikasi
Denaturasi
Annealing
Extension
Final extension
95

95
64
72
72
5 menit

30 detik
30 detik
60 detik
5 menit

6. setelah PCR, sampel diambil untuk dilakukan elektroforesis
3.2.3  Prosedur Elektroforesis
·         Pembuatan gel agarose
1. timbang bubuk agarose sebanyak 0,21 gram dan tambahkan larutan buffer TBE (tris borat EDTA) yang mengandung ethidium bronald (30 µL/1 L TBE) dalam erlenmayer berukuran 200 mL
2. larutan dipanaskan di dalam mikrowave selama 1,5 menit sampai larutan menjadi bening
3. larutan dibiarkan sampai hangat, lalu dituangkan ke dalam cetakan yang sudah terpasang sisir pembuat sumur. Hindari jangan terjadi gelembung sehingga tidak mengganggu jalannya migrasi DNA pada gel
4. biarkan gel membeku dan tuangkan larutan TBE sampai gel terendam dan ambil sisir secara perlahan dan tambahkan larutan EtBr pada larutan penyangga untuk mewarnai DNA.
·         Prosedur elektroforesis
1. masukan 1 µL volume sampel dicampurkan dengan 1µL loading buffer yang mengandung bahan pemberat DNA dan pewarna (bromphenol blue) ke dalam sumur yang terdapat dalam gel dengan menggunakan mikropipet
2. masukan penanda ukuran molekuler (marker) DNA ke dalam sumur didekat sumur sampel
3. bak elektroforesis ditutup dan dialirkan listrik dengan tegangan 200 volt dan kuat arus 70 mA
4. DNA akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif, setelah ¾ bagian dari panjang gel, maka proses elektroforesis dapat dihentikan
5. gel diangkat dari bak elektroforesis dan dilepaskan dari cetakan untuk selanjutnya diamati dengan menggunakan UV transiluminator dengan panjang gelombang pendek (280 nm)
·         Posedur pemakaian kamera dan lampu UV (ultra violet)
1. simpan kamera dilubang atas blackbox, dengan posisi lensa masuk ke dalam box
2. buka blackbox, tempatkan gel agarose diatas box UV, atur posisi gel agarose
3. tutup blackbox dan nyalakan lampu UV, maka dilayaer akan terlihat gel agarose
4. klik relase untuk mengambil foto gel agarose
5. Buang gel agarose, lalu bersihkan box UV

Hasil dan Pembahasan
4.1  Hasil
Hasil yang didapat setelah melakukan praktikum mengenai Analisa DNA, yang telah dilakukan dengan metode ekstraksi DNA, metode Polymerase Chain Reaction, dan metode Elektroforesis diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar di atas ini adalah contoh hasil dari salah satu penelitian mahasiswa IPB yang sedang melakukan analisis DNA, contoh hasil praktikum tersebut diberika karena hasil praktikum mahasiswa tidak dapat diselesaikan disebabkan keterbatasan waktu. Contoh yang digunakan sebanyak 7 sampel, dimana 5 dari 7 sampel yang dianalisis berhasil.
4.2  Pembahasan
            Dari contoh hasil yang diberikan dengan tujuh sampel ikan mas yang berbeda dan dari organ tubuh yang berbeda. Di mana lima dari tujuh sampel tersebut telah diberi vaksin KHV, satu sampel tidak diberikan vaksin dan satu ikan sampel gradual.
            Analisis ini berhasil dikarenakan sampel yang digunakan tidak terkontaminasi oleh bahan lain dan dilakukan dengan teliti.

Penutup
5.1  Kesimpulan
Setelah melihat hasil dan beberapa pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa analisis DNA yang dilakukan berhasil, dikarenakan sampel tidak terkontaminasi dan ketelitian dalam melakukan praktik.
5.2  Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan di antaranya adalah sebagai berikut:
·         Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan teliti supaya mendapatkan hasil yang lebih akurat
  • Peralatan yang digunakan jangan sampai terkontaminasi terhadap benda apapun.
  • Hindari sentuhan oleh tangan, karena kemungkinan sel kulit pada tangan kita akan mempengaruhi perubahan DNA yang sedang kita amati.
  • Selama praktikum, sebaiknya menggunakan jas laboratorium
Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar