Laporan Praktikum
Biokimia
Jumat, 25 Juni 2010
Analisis DNA (Deoxyribo
Nucleic Acid)
Pada Ikan Mas
Muhammad Arsyad
PROGRAM STUDI :
BUDIDAYA PERAIRAN
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam melakukan
budidaya perairan khususnya budidaya perikanan. Tentunya para pembudidaya ingin
mendapatkan hasil yang menguntungkan. Salah satu caranya adalah dengan
pengadaan benih unggul.
Dalam pengadaan
benih unggul diantaranya dapat diketahui dari faktor genetik ikan. Seperti ikan
lele dumbo yang faktor genetiknya berasal dari induk betina generasi kedua (F2)
dengan induk jantan generasi keenam (F6). Kemudian menghasilkan jantan dan
betina F2-6. Jantan F2-6 selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi
kedua (F2) sehingga menghasilkan lele sangkuriang. Yang lebih unggul dari lele
dumbo.
Dari hal tersebut
tentunya diperlukan pengetahuan tentang DNA yang dimana pada DNA terdapat
faktor pembawa genetik. Untuk mengetahui genetika ikan maka diperlukan analisis
DNA. Adapun tahapan analisis DNA diawali dengan ekstraksi DNA, PCR dan
elektroforesis.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan
dilakukannya praktikum untuk menganalisis DNA yang terdapat pada ikan ini di
antaranya adalah sebagai berikut:
·
Mahasiswa dapat mengetahui dan paham mengenai tahapan-tahapan
dalam analisa DNA
·
Mahasiswa dapat
mengenal peralatan dan bahan apa saja yang digunakan dalam analisa DNA.
·
Mahasiswa mampu mengidentifikasi
DNA yang dimiliki oleh ikan sampel ( Ikan Mas).
·
Sebagai salah satu persyaratan mengikuti UAS.
II
Tinjauan Pustaka
2.1 DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
DNA dikenal sebagai materi genetic, merupakan komponen kromosom. Fungsi DNA berkaitan dengan
sintesis protein dan pewarisan sifat. DNA juga rerupakan polimer deoksiribonukleotida yang dihubungkan dengan ikatan fosfodiester. DNA adalah bagian dari asam
nukleat yang terdapat di dalam inti sel, tepatnya di nukleolus. DNA
mengandung gen, informasi yang mengatur sintesis protein dan RNA. DNA mengandung bagian-bagian yang
menentukan pengaturan ekspresi gen seperti promoter dan operator.
DNA merupakan Makromolekul dengan Mr yang sangat besar. Terdiri dari mononukleotida utama : dAMP, dGMP, dTMP, dCMP. Terdiri
dari dua atau lebih rantai polinukleotida yang tersusun dalam struktur heliks
(heliks ganda). Pada sel prokariotik (mengandung
hanya satu kromosom) DNA nya merupakan makromolekul tunggal dengan Mr = 2 x 109. Pada sel eukariotik (mengandung banyak kromosom) mempunyai banyak
molekul DNA dengan Mr yang sangat besar. DNA terutama terdapat dalam inti sel (DNA inti) bergabung dengan protein
histon. Juga bisa terdapat pada sitoplasma (DNA sitoplasma), dalam mitokondria,
dalam khloroplas. Pada sel bakteri selain terdapat
dalam inti sel juga bisa pada sel membran = mesosom dan dalam sitoplasma di
luar kromosom = plasmid/episom. DNA
normal dari suatu spesies yang berbeda menunjukkan adanya keteraturan (regularitas).DNA tersusun dari
deoksiribosa (gula pentosa), gugus fosfat dan basa nitrogen. Basa nitrogen DNA
terdir dari ; Purin: G dan A, Pirimidin: T dan C. DNA berbentuk jalinan pita
ganda yang panjang (double helix). DNA Teruntai di dalam kromosom pada nukleus
dan di dalam mitokondria (sumber energi).
Dalam kondisi normal (kondisi fisiologis), DNA relatif stabil, kadang
menjadi tidak stabil yang dikarenakan adanya proses-proses replikasi dan transkripsi. Antara
basa nitrogen satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan hidrogen . Watson and Crick : replikasi DNA sangat mungkin untuk suatu DNA diperbanyak dengan informasi yang sama.
Disosiasi double helix DNA yaitu denaturasi yang terjadi apabila
DNA dipanaskan diatas melting temperaturnya (Tm) maka double helix akan terbuka. Tm tergantung pada rasio (G+C)/(A+T). G/C content dapat dihitung dengan (G+C) / (Total Basa N) x 100%
Dalam molekul DNA
terdapat 2 rantai nukleotida yg membentuk double helix, dengan arah yang berlawanan.
Kedua rantai ini berikatan dengan ikatan hidrogen antara A-T (2 ) dan G-C (3).
Bila satu pita 5’-ATGC-3’, maka pasangan komplementernya adalah 5’- GCAT-3’ dan
bukan 5’-TACG-3’.
CHARGAFF’S
RULES :
·
Komposisi
basa dari DNA suatu organisme adalah tetap pada semua sel nya dan mempunyai
karakteristik tertentu.
·
Komposisi
basa dari DNA bervariasi dari suatu organisme dengan organisme lainnya dinyatakan dengan dissymmetry ratio : (A + T) / (G + C).
·
Komposisi
basa dari suatu spesies tidak berubah oleh umur, keadaan nutrisi, ataupun lingkungan.
·
Jumlah
adenin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah timin (A = T).
·
Jumlah
guanin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah sitosin (G=C).
·
Jumlah
total basa purin dalam DNA suatu organisme selalu sama dengan jumlah total basa
pirimidin: (A + G) = (T + C).
2.1.1 Reflikasi DNA:
Replikasi DNA harus
terjadi/berlangsung secara akurat. 2 untai DNA berpisah pada sejumlah titik
(s/d 100 per kromosom) dan tiap2 untai bertindak sebagai cetakan dan untai baru
terbentuk dari nukleotida2 bebas. Nukleotida2 ini saling berikatan dg bantuan enzim
DNA polimerase III dan melekat pada ke untai cetakan melalui ikatan hidrogen.
Replikasi berlangsung pada ke dua arah dari masing2 titik awal sampai 2 untai
DNA yg baru terbentuk. Replikasi spt ini disebut semi conservative.
2.1.2 Struktur DNA
Struktur DNA terdiri atas dua rangkaian heliks anti-paralel (paralel berlawanan arah)
yang melilit ke kanan suatu poros. Ukuran lilitan adalah 36 Å, yang
mengandung 10.5 pasangan basa per putaran. Kerangka yang
berselang-seling antara gugus deoksiribosa dan fosfat terletak di bagian luar. Ikatan hidrogen antara basa purin
dan pirimidin terletak d bagian dalam.
Adapun untuk rangkaian benang DNA
yaitu basa penyusun dari suatu
benang DNA yang antiparallel tidak sama melainkan bersifat komplemen terhadap
benang pasangannya. Basa C
berpasangan dengan G, sedangkan A dengan T. Hal ini sangat bemanfaat dalam
kaitan untuk penyimpanan dan pemindahan.
2.2 Analisis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)
2.2.1 Ekstraksi DNA (untuk mendapatkan
Genom DNA)
Molekul DNA
harus dipisahkan dari materi sel lain sebelum diuji. Sel-sel protein terbungkus melindungi
DNA di dalam lingkungan sel dapat menghalangi kemampuan analisa DNA. Sementara itu
metode ekstrasi DNA dapat dikembangkan untuk memisahkan protein-protein dan
materi sel-sel yang lain dari molekul-molekul DNA. Sebagai tambahan kuantitas
dan kualitas DNA perlu diukur sebelum kelanjutan lebih lanjut dengan
prosedur analitis untuk memastikan hasil yang optimal. Ada tiga teknik utama
yang digunakan saat ini untuk ekstrasi DNA pada laboratorium forensik DNA:
ektraksi organik, ekstraksi Chelex, dan FTA paper. Ekstraksi eksak atau
masam-macam prosedur isolasi DNA tergantung pada bukti-bukti tipe biologis yang
akan diuji. Sebagai contoh darah utuh harus diperlakukan dengan cara yang
berbeda dari suatu noda darah atau suatu fragmen tulang.
Ekstraksi
organik, kadang-kadang dikenal sebagai ekstraksi zat asam karbol choloform,
telah digunakan untuk waktu yang lama dan mungkin telah digunakan untuk situasi
di mana baik RFLP atau PCR dilakukan. Bobot molekular tinggi DNA, yang
mana penting bagi metoda RFLP, mungkin diperoleh secara paling efektif
dengan ekstraksi organik.
Metoda Chelex
dari ekstraksi DNA lebih cepat dibandingkan dengan metode ekstraksi organik.
Sebagai tambahan, metoda Chelex membutuhkan lebih banyak langkah dan kebanyakan
langkah itu digunakan untuk mengkontaminasi sampel ke sampel. Bagaimanapun hal
itu menghasilkan DNA tunggal sebagai hasil proses ekstraksi dan oleh karena itu
hanya yang bermanfaat untuk prosedur pengujian yang berbasis PCR.
Semua contoh
harus secara hati-hati ditangani dengan mengabaikan metoda ekstraksi DNA untuk
menghindari pencemaran sampel ke kesampel atau pengenalan tentang tambahan DNA.
Proses ekstraksi memungkinkan di mana contoh DNA jadi lebih peka pada pencemaran
di laboratorium dibanding pada waktu lain dalam proses analisa forensik DNA.
Dengan suatu alasan laboratorium-laboratorium biasa memproses sampel-sampel
petunjuk pada waktu yang berbeda dan kadang-kadang dengan lokasi yang tidak
sama dari dimana sampel tersebut diambil.
Metoda yang
populer untuk persiapan pengambilan referensi sampel adalah dengan menggunakan
noda darah dengan mengoleskannya ke kain kapas, dikenal dengan suatu carikan,
dengan menghasilkan bulatan kira-kira 1 cm2 pada kain kapas tersebut,
dengan rata-rata 70.000-80.000 sel darah putih dan menghasilkan rata-rata 500ng
DNA genomic. Hasil nyata akan bervariasi dengan jumlah sel-sel darah putih yang
akan menunjukkan sampel dan efisiensi proses ekstraksi DNA.
Gambar 3.1
Skema yang biasa digunakan untuk proses ekstrasi DNA
Ekstraksi DNA
disimpan secara khusus pda suhu -20oC, atau bahkan pada suhu -80oC
pada penyimpanan dalam waktu lama, untuk menjaga aktifitas inti.
Nucleas-nucleas adalah enzim-enzim (protein) yang ditemukan di dalam sel-sel
turunan DNA untuk memungkinkan pendauran ulang menyangkut komponen-komponen
nucleotide. Nucleases memerlukan magnesium untuk bekerja dengan baik sehingga
salah satu pengujian untuk mencegah mereka dari mencerna DNA di dalam darah
adalah menggunakan tabung purple-topped yang berisi bahan pengawet darah
yang dikenal sebagai EDTA. EDTA meliputi, atau membalut, semua magnesium bebas
dengan begitu mencegah nucleases menghancurkan DNA di dalam contoh
darah yang dikumpulkan.
2.2.2 PCR (Polymerase Chain Reaction)
PCR adalah proses enzimatik dimana suatu area spesifik
dari DNA direplikasikan berulang-ulang untuk menghasilkan banyak kopi dari
sekuen tertentu. ( Saiki et al. 1988, Reynolds et al. 1991 ). Pengkopian
molekuler ini meliputi proses pemanasan dan pendinginan sampel dalam suatu
siklus panas tertentu yang melebihi dari 30 siklus ( gambar 4.1 ). Dalam setiap
periode siklus, sebuah kopi dari sekuen target DNA tersebut dihasilkan untuk
setiap molekul yang mengandung sekuan target ( gambar 4.2 ). Keterbatasan dari
produk ini ditegaskan dengan oligonukleotida primer yang melengkapi buntut 3’-
dari sekuen tersebut.
Secara teoritis setelah 30 siklus,
telah tercipta kopi dari area target cetakan DNA sebanyak satu milyar ( tabel 4.1
). Produk PCR ini, yang terkadang disebut sebagai ‘amplicon’, dalam jumlah yang
cukup dapat diukur dengan mudah menggunakan berbagai teknik yang akan dibahas
lebih lanjut dalam bab teknologi.
PCR umumnya dilakukan dengan jumlah
sampel sebanyak 5 – 100 µL. Dengan jumlah yang sangat rendah itu, penguapan
dapat menjadi masalah dan akurasi dari pengambilan sampel dapat menjadi
tantangan. Di sisi lain, volume sampel yang lebih besar mengarahkan pada
masalah keseimbangan panas bagi reaksi pencampuran karena dibutuhkan waktu yang
lebih lama bagi perubahan suhu eksternal agar dapat ditransmisikan ke pusat
sampel ( bagi sampel yang lebih banyak dibandingkan dengan sampel yang sedikit
). Maka, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk setiap suhu, sehingga keseluruhan
waktu siklus panas yang dibutuhkan juga memanjang. Sebagian besar protokol
biologi molekuler untuk sampel PCR adalah antara 20 - 50 µL.
Sampel dipipetkan ke dalam berbagai
tabung reaksi yang didesain untuk digunakan dalam siklus panas PCR. Tabung yang
paling umum digunakan untuk sampel sebanyak 20 – 50 µL adalah tabung berukuran
0,2 mL dengan dinding tipis. Tabung – tabung ini dapat dibeli satuan, dengan
atau tanpa tutup, atau juga dibeli berkelompok, yaitu 8 atau 12 tabung berderet
dalam kolom. Pada lab yang lebih besar, dalam penjabaran DNA menggunakan PCR,
secara rutin digunakan plat berisikan 96 atau 384 tempat.
PCR telah disederhanakan dalam
beberapa tahun belakangan ini dengan adanya perangkat reagen yang memudahkan
Laboratorium DNA forensik untuk menambahkan cetakan DNA ke dalam campuran PCR
yang siap pakai, yang mengandung seluruh komponen yang diperlukan untuk reaksi
penjabaran DNA. Perangkat ini telah dioptimisasi melalui usaha penelitian
ekstensif oleh pabrik komersiil. Perangkat ini dibuat secara khusus sehingga
pemakai tinggal menambahkan larutan dari perangkat ke dalam genom DNA dalam
jumlah tertentu. Hasil terbaik dengan perangkat komersiil ini didapatkan jika
cetakan DNA ditambahkan dalam jumlah yang cukup untuk berinteraksi dengan larutan
dari perangkat tersebut.
PCR adalah sebuah teknik biologi
molekuler untuk mereplikasikan DNA dengan menggunakan enzim Taq polimerase. PCR
digunakan untuk mengamplifikasi bagian DNA yang pendek (sampai 10 kb). Sejak
ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983, teknik ini telah melahirkan teknik
PCR-based marker teknik lainnya yang sangat bervariasi. Protokol dasar PCR
adalah:
- DNA utas ganda didenaturasi pada suhu 95C
sehingga membentuj DNA utas tunggal yang berfungsi sebagai cetakan.
- DNA utas tunggal yang pendek (disebut primer)
berikatan dengan DNA cetakan pada temperature rendah. Ikatan preimer
terjadi pada utas yang komplementer dengan cetakan pada daerah ujung batas
sekuen DNA target.
- Suhu ditingkatkan menjadi 72C sehingga enzim DNA
polymerase dapat melakukan sintesis DNA membentuk utas ganda DNA baru.
- Utas ganda DNA yang baru disintesis, didenaturasi
pada suhu tinggi dan siklus berulang.
Produk PCR diamati dengan gel elektroforesis dengan
menggunakan gel agarose ataupun gel poliakrilamida dan diamati dengan uv-transiluminator.
Tahapan
Reaksi
Setiap siklus reaksi PCR terdiri
atas tiga tahap, yaitu:
·
Denaturasi, dilakukan dengan pemanasan hingga 96oC selama
30-60 detik. Pada suhu ini DNA utas ganda akan memisah menjadi utas tunggal.
·
Annealing: Setelah DNA menjadi utas tunggal, suhu diturukan
ke kisaran 40-60oC selama 20-40 detik untuk memberikan kesempatan bagi primer
untuk menempel pada DNA template di tempat yang komplemen dengan sekuen primer.
·
Ekstensi/elongasi: Dilakukan dengan menaikkan suhu ke
kisaran suhu kerja optimum enzim DNA polymerase, biasanya 70-72oC. Pada tahap
ini DNA polymerase akan memasangkan dNTP yang sesuai pada pasangannya, jika
basa pada template adalah A, maka akan dipasang dNTP, begitu seterusnya (ingat
pasangan A adalah T, dan C dengan G, begitu pula sebaliknya). Enzim akan
memperpanjang rantai baru ini hingga ke ujung. Lamanya waktu ekstensi
bergantung pada panjang daerah yang akan diamplifikasi, secara kasarnya adalah
1 menit untuk setiap 1000 bp.
Selain ketiga proses tersebut
biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
·
Pra-denaturasi: Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi
untuk memastikan kesempurnaan denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis
hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan terlebih dahulu).
·
Final Elongasi: Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim
(70-72oC) selama 5-15 menit untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang
tersisa sudah diperpanjang secara sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus
PCR terakhir
PCR
dilakukan dengan menggunakan mesin Thermal Cycler yang dapat menaikkan dan
menurunkan suhu dalam waktu cepat sesuai kebutuhan siklus PCR. Pada awalnya
orang menggunakan tiga penangas air (water bath) untuk melakukan denaturasi,
annealing dan ekstensi secara manual, berpindah dari satu suhu ke suhu lainnya
menggunakan tangan. Tapi syukurlah sekarang mesin Thermal Cycler sudah
terotomatisasi dan dapat diprogram sesuai kebutuhan.
2.2.3 Elektroforesis
Elektroforesis
merupakan proses bergeraknya molekul bermuatan pada suatu medan listrik.
Kcepatan molekul yang bergerak pada medan lisrtik tergantung pada muatan,
bentuk dan ukuran.dengan demikian elektroforesis dapat di gunakan untuk
separasi makromolekul (seperti protein dan asam nukleat).posisi molekul yang
terseparasi pada gel dapat di deteksi dengan pewarnaan atau autoradiografi,
atau pun dilakukan kuantifikasi dengan densitometer.
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik , Medan listrik
dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan..Teknik ini dapat
digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang
bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu
medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya
maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif.
Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah muatan terhadap
massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya. Pergerakan ini dapat
dijelaskan dengan gaya Lorentz, yang terkait dengan sifat-sifat
dasar elektris bahan yang diamati dan kondisi elektris lingkungan:
F adalah gaya Lorentz, q adalah muatan yang dibawa oleh objek, E adalah
medan listrik.
Secara umum, elektroforesis
digunakan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA.
Elektroforesis Gel
Elektroforesis gel merupakan salah
satu teknik utama dalam biologi molekular. Prinsip dasar teknik ini adalah
bahwa DNA, RNA, atau protein dapat dipisahkan oleh medan listrik. Dalam hal
ini, molekul-molekul tersebut dipisahkan berdasarkan laju perpindahannya oleh
gaya gerak listrik di dalam matriks gel. Laju perpindahan tersebut bergantung
pada ukuran molekul bersangkutan. Elektroforesis gel biasanya dilakukan untuk
tujuan analisis, namun dapat pula digunakan sebagai teknik preparatif untuk
memurnikan molekul sebelum digunakan dalam metode-metode lain seperti
spektrometri massa, PCR, kloning, sekuensing DNA, atau immuno-blotting yang
merupakan metode-metode karakterisasi lebih lanjut.
Elektroforesis
gel merupakan suatu teknik analisis
penting dan sangat sering dipakai dalam bidang biokimia dan biologi molekular.
Secara prinsip, teknik ini mirip dengan kromatografi: memisahkan campuran
bahan-bahan berdasarkan perbedaan sifatnya. Dalam elektroforesis gel, pemisahan
dilakukan terhadap campuran bahan dengan muatan listrik yang berbeda-beda
(menggunakan prinsip dalam elektroforesis
Gel yang digunakan biasanya
merupakan polimer bertautan silang (crosslinked) yang porositasnya dapat diatur
sesuai dengan kebutuhan. Untuk memisahkan protein atau asam nukleat berukuran
kecil (DNA, RNA, atau oligonukleotida), gel yang digunakan biasanya merupakan
gel poliakrilamida, dibuat dengan konsentrasi berbeda-beda antara akrilamida
dan zat yang memungkinkan pertautan silang (cross-linker), menghasilkan
jaringan poliakrilamida dengan ukuran rongga berbeda-beda. Untuk memisahkan
asam nukleat yang lebih besar (lebih besar dari beberapa ratus basa), gel yang
digunakan adalah agarosa (dari ekstrak rumput laut) yang sudah dimurnikan.
Dalam proses elektroforesis, sampel molekul
ditempatkan ke dalam sumur (well) pada gel yang ditempatkan di dalam larutan
penyangga, dan listrik dialirkan kepadanya. Molekul-molekul sampel tersebut
akan bergerak di dalam matriks gel ke arah salah satu kutub listrik sesuai
dengan muatannya. Dalam hal asam nukleat, arah pergerakan adalah menuju
elektroda positif, disebabkan oleh muatan negatif alami pada rangka gula-fosfat
yang dimilikinya. Untuk menjaga agar laju perpindahan asam nukleat benar-benar
hanya berdasarkan ukuran (yaitu panjangnya), zat seperti natrium hidroksida
atau formamida digunakan untuk menjaga agar asam nukleat berbentuk lurus.
Sementara itu, protein didenaturasi dengan deterjen (misalnya natrium dodesil
sulfat, SDS) untuk membuat protein tersebut berbentuk lurus dan bermuatan
negatif.
Setelah proses elektroforesis
selesai, dilakukan proses pewarnaan (staining) agar molekul sampel yang telah
terpisah dapat dilihat. Etidium bromida, perak, atau pewarna "biru
Coomassie" (Coomassie blue) dapat digunakan untuk keperluan ini. Jika molekul
sampel berpendar dalam sinar ultraviolet (misalnya setelah "diwarnai"
dengan etidium bromida), gel difoto di bawah sinar ultraviolet. Jika molekul
sampel mengandung atom radioaktif, autoradiogram gel tersebut dibuat.
Cara kerja
Hasil elektroforesis gel terhadap
hasil PCR menggunakan primer mikrosatelit. Berkas (band) mendatar
merupakan sekumpulan DNA yang
setiap kolomnya bergerak dengan kecepatan berbeda. Semakin pendek DNA semakin
cepat bergerak.
Dalam elektroforesis gel terdapat
dua material dasar yang disebut fase diam dan fase bergerak
(eluen). Fase diam berfungsi "menyaring" objek yang akan dipisah,
sementara fase bergerak berfungsi membawa objek yang akan dipisah. Sering kali
ditambahkan larutan penyangga pada fase bergerak untuk menjaga kestabilan objek
elektroforesis gel. Elektroda positif dan negatif diletakkan pada masing-masing
ujung aparat elektroforesis gel.
Zat yang akan dielektroforesis
dimuat pada kolom (disebut well) pada sisi elektroda negatif. Apabila
aliran listrik diberikan, terjadi aliran elektron dan zat objek akan bergerak
dari elektroda negatif ke arah sisi elektroda positif. Kecepatan pergerakan ini
berbeda-beda, tergantung dari muatan dan berat molekul DNA. Kisi-kisi gel
berfungsi sebagai pemisah. Objek yang berberat molekul lebih besar akan lebih
lambat berpindah.
Metodologi
3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan saat praktikum:
·
Microtube
·
Micropipet
·
Sarung tangan
·
Kotak pendingin
·
Incubator
·
Thermal cycler
·
Centrifuge
·
Vortex
·
Microtube
template
·
Stopwatch
Micro tube
Micro pipette
Alat vortex
Alat centrifuge Thermal cycler Micro tube
template
Alat elektrophoresis Alat yang digunakan untuk Agarose Gel
Adapun bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
·
Ikan sample
(organ dalam benih ikan mas)
·
Cell lysis
·
Alcohol
70%
·
Supernatant
·
IEW (Ion
Exchange Water)
·
RNAse
·
Protein precipitation solution
·
Isopropanol
·
Proteinase
·
Blue
dextran
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Prosedur Ekstraksi DNA
1. Cell Lysis: Simpan sampel
dalam inkubator dengan suhu 55 0C, lalu persiapkan mikrotube 1,5 µL.
Kemudian masukkan 200 µL sel lysis solution dan tambahkan 1,5 µL proteinase K
(20 mg/mL), spindown dan vortex. Setelah itu inkubasi dengan suhu 55 0C,
overnight 12 – 18 jam.
2. RNAse Treatment: diamkan
sampel hingga sesuai dengan suhu ruangan dan tambahkan 15 µL RNAse (4 mg/mL) ke
dalam cell lysis. Goyangkan perlahan sebanyak 30 kali sehingga sampel
tercampur. Lalu inkubasi dengan suhu 37 0C selama 1 jam, setelah itu
diamkan sampel sesuai dengan suhu ruangan.
3. Protein Precipitation:
tambahkan 100 µL protein percipitation solution ke dalam sampel, vortex dengan
kecepatan tingga selama 30 detik untuk mencampurkan protein precipitation
solution dengan sampel. Lalu simpan sampel di dalam es selama 10 – 15 menit.
Kemudian sentrifuse dalam suhu 4 0C 12000 rpm selama 10 menit.
Setelah itu tambahkan 300 µL 100% isopropanol ke dalam mikrotube yang baru lalu
masukkan 1 µL blue dextran ke dalam tube. Tuangkan supernatant yang mengandung DNA
ke dalam tube yang mengandung 300 µL isopropanol. Goyangkan sampel sebanyak 50
kali hingga sampel tercampur. Lalu sentrifuse dengan suhu 4 0C,
12000 rpm selama 10 menit. Kemudian buang semua supernatant, kemudian tambahkan
300 µL alkohol 70% (-20 0C). Lalu goyangkan dengan perlahan. Setelah
itu sentrifuse dengan suhu 4 0C, 12000 rpm selama 10 menit. Lalu
buang alkohol secara perlahan sampai tanpa tersisa, kemudian keringkan selama
30 menit dan tambahkan IEW (ion exchange water), lalu vortex kencang 3 – 4
speed. Setelah itu simpan DNA pada suhu -20 0C dengan waktu yang
cukup lama.
3.2.2 Prosedur PCR (Polymerase Chain Reaction)
1. pembuatan larutan premix yang
terdiri dari:
Bahan
|
Jumlah
|
Buffer Ex Taq
dNTPs mix
primer forward
primer reverse
ex taq
SDW
|
1 µL x (jumlah
sampel + 1)
1 µL x (jumlah
sampel + 1)
1 µL x (jumlah
sampel + 1)
1 µL x (jumlah
sampel + 1)
0,05 µL x (jumlah
sampel +1)
5 µL x (jumlah
sampel + 1)
|
2. larutan pada tahap satu
dicampur dan diaduk dengan homogenizer dan di spindown
3. larutan premix dibagi ke dalam
masing-masing mikrotube
4. masukan sampel sebanyak 1 µL
ke dalam mikrotube, divortex dan disentrifuse, spindown.
5. masukan mikrotube ke dalam
mesin PCR untuk diampilifikasi program PCR yang akan digunakan adalah sebagai
berikut:
Proses
|
Suhu (0C)
|
Lama waktu
|
Pre-denaturasi
35 siklus
amplifikasi
Denaturasi
Annealing
Extension
Final extension
|
95
95
64
72
72
|
5 menit
30 detik
30 detik
60 detik
5 menit
|
6. setelah PCR, sampel diambil
untuk dilakukan elektroforesis
3.2.3 Prosedur Elektroforesis
·
Pembuatan gel agarose
1. timbang bubuk
agarose sebanyak 0,21 gram dan tambahkan larutan buffer TBE (tris borat EDTA)
yang mengandung ethidium bronald (30 µL/1 L TBE) dalam erlenmayer berukuran 200
mL
2. larutan
dipanaskan di dalam mikrowave selama 1,5 menit sampai larutan menjadi bening
3. larutan
dibiarkan sampai hangat, lalu dituangkan ke dalam cetakan yang sudah terpasang
sisir pembuat sumur. Hindari jangan terjadi gelembung sehingga tidak mengganggu
jalannya migrasi DNA pada gel
4. biarkan gel
membeku dan tuangkan larutan TBE sampai gel terendam dan ambil sisir secara
perlahan dan tambahkan larutan EtBr pada larutan penyangga untuk mewarnai DNA.
·
Prosedur elektroforesis
1. masukan 1 µL
volume sampel dicampurkan dengan 1µL loading buffer yang mengandung bahan
pemberat DNA dan pewarna (bromphenol blue) ke dalam sumur yang terdapat dalam
gel dengan menggunakan mikropipet
2. masukan penanda
ukuran molekuler (marker) DNA ke dalam sumur didekat sumur sampel
3. bak
elektroforesis ditutup dan dialirkan listrik dengan tegangan 200 volt dan kuat
arus 70 mA
4. DNA akan
bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif, setelah ¾ bagian dari panjang
gel, maka proses elektroforesis dapat dihentikan
5. gel diangkat
dari bak elektroforesis dan dilepaskan dari cetakan untuk selanjutnya diamati
dengan menggunakan UV transiluminator dengan panjang gelombang pendek (280 nm)
·
Posedur pemakaian kamera dan lampu UV (ultra violet)
1. simpan kamera
dilubang atas blackbox, dengan posisi lensa masuk ke dalam box
2. buka blackbox,
tempatkan gel agarose diatas box UV, atur posisi gel agarose
3. tutup blackbox
dan nyalakan lampu UV, maka dilayaer akan terlihat gel agarose
4. klik relase
untuk mengambil foto gel agarose
5. Buang gel
agarose, lalu bersihkan box UV
Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil
Hasil yang didapat setelah melakukan
praktikum mengenai Analisa DNA, yang telah dilakukan dengan metode ekstraksi
DNA, metode Polymerase Chain Reaction, dan metode Elektroforesis diperoleh
hasil sebagai berikut :
Gambar di atas ini
adalah contoh hasil dari salah satu penelitian mahasiswa IPB yang sedang
melakukan analisis DNA, contoh hasil praktikum tersebut diberika karena hasil praktikum
mahasiswa tidak dapat diselesaikan disebabkan keterbatasan waktu. Contoh yang
digunakan sebanyak 7 sampel, dimana 5 dari 7 sampel yang dianalisis berhasil.
4.2 Pembahasan
Dari
contoh hasil yang diberikan dengan tujuh sampel ikan mas yang berbeda dan dari
organ tubuh yang berbeda. Di mana lima dari tujuh sampel tersebut telah diberi
vaksin KHV, satu sampel tidak diberikan vaksin dan satu ikan sampel gradual.
Analisis
ini berhasil dikarenakan sampel yang digunakan tidak terkontaminasi oleh bahan
lain dan dilakukan dengan teliti.
Penutup
5.1 Kesimpulan
Setelah melihat
hasil dan beberapa pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa analisis DNA
yang dilakukan berhasil, dikarenakan sampel tidak terkontaminasi dan ketelitian
dalam melakukan praktik.
5.2 Saran
Adapun saran yang
dapat penulis sampaikan di antaranya adalah sebagai berikut:
·
Dalam pelaksanaan praktikum, sebaiknya dilakukan dengan
hati-hati dan teliti supaya mendapatkan hasil yang lebih akurat
- Peralatan yang digunakan jangan sampai
terkontaminasi terhadap benda apapun.
- Hindari sentuhan oleh tangan, karena kemungkinan
sel kulit pada tangan kita akan mempengaruhi perubahan DNA yang sedang
kita amati.
- Selama praktikum, sebaiknya menggunakan jas laboratorium
Daftar Pustaka